Pengajian Budaya Bersama Cak Nun di Karanggambas Padamara
Anak-anak
muda yang berjoged ria mengikuti dendang rebana, seolah melupakan sejenak
kepenatan kehidupan. Tembang shalawat mengalun merdu diiringi rampak rebana.
Sontak ribuan jamaah ikut menyanyikan senandung merdu lagu shalawat yang
dibawakan, menjadi koor yang indah membawa suasana penuh kecintaan dan puncak
kehasyahduan ruhani kepada sang Pencipta kehidupan.
Tampak Barisan
Ansor Serba Guna (Banser) NU menjaga
tempat acara dari sekitar 2 kilo sebelum acara digelar sampai lapangan
Karanggambas demi tertibnya acara. Para penonton menitipkan kendaraan baik roda
dua maupun roda empat di pinggir jalan sepanjang menuju tempat acara.
Muda-mudi, baik tua maupun muda berjalan beriringan dengan memakai baju takwa
dan mereka lalu menempati duduknya di atas tikar di dalam komplek lapangan.
Demikianlah panggung pengajian
budaya bersama Emha dan Kyai Kanjeng yang digelar , malam itu, Sabtu (8/12)
suasana pengajian yang digelar di lapangan Karanggambas, Kec Padamara Kab
Purbalingga menjadi sarana bertemu berbagai kalangan masyarakat baik itu dari
pejabat maupun kalangan masyarakat biasa. Acara dibuka ba’da
shalat Isya dengan
pembacaan Maulid Simthud Durar yang diiringi hadrah rebana Darul Falah dari Ds
Karang Gambas, Kec Padamara.
Acara bersambung dengan
pengajian budaya yang dipimpin langsung oleh Emha Ainun Nadjib. Dalam
kesempatan itu budayawan, Emha Ainun Najib alias Cak Nun mengungkapkan, tidak
ada orang atau kelompok orang yang melarang manusia untuk beribadah sesuai
agamnya. Orang Islam juga tidak boleh menilai bahwa cara yang dilakukan oleh
organisasi tertentu itu termasuk haram.
Cak Nun mengibaratkan Islam itu
sebagai sepotong ketela. Dari ketela itu diolah oleh manuia menjadi berbagai
macam penganan. Ada getuk, cimplung, ciwel, kripik dan sebagainya. Aneka
makanan itu menjadi kiasan bagi cara manusia untuk mendalami agama.
Menurut Cak Nun, NU,
Muhammadiyah, LDII lan sedayanipun, niku sanes agama, namung dalan kangge ngaji
sinau agama (NU, Muhammadiyah, LDII dan sebagainya, itu bukan agama, hanya
jalan untuk ngaji belajar agama).
“Jadi, yang berhak menyatakan
haram itu Alloh. Bila masing-masing menganggap tidak sesuai dengan ajaran
Islam, berarti mereka belum bisa membedakan apa itu ketela, apa itu getuk. Ia
menegaskan, bahwa manusia tidak usah menggantikan perannya Alloh,” kata Cak Nun
pada pengajian dalam rangka peringatan 1 Muhaaram di lapangan Desa Karanggambas
Kecamatan Padamara, Purbalingga (Jateng), Sabtu (8/12/2012) malam.
Diungkapkan Cak Nun, jika ada
yang makan getuk itu marah-arah dengan yang makan kripik, itu berarti tidak
baik. “Lah wong asale nggih sami, asale niku saking tela, nggih napa mboten?
(Sebab asalnya juga sama. Jadi jangan bertengkar hanya karena perbedaan makan
getuk dan kripik)," kata penyair kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei
1953 itu.
Tausiah yang santun dan
berwibawa itu diselingi dengan menampilkan sholawat atas Nabi Muhammad SAW.
Dengan iringan musik gamelan yang dibawakan oleh Kyai Kanjeng, ribuan
pengunjung pun ikut bersholawat. Sebut saja syair Sidnan Nabi, Sholli
Wasalimda, Sholawat Badar, Lir Ilir dan Tola'al Badru . Tidak ketinggalan pula
lagu modern dimainkan seperti Pak Tani (Koes Plus) dan Musik (Rhoma Irama).
Sementara KH Supono Mustajab
yang mendapat kesempatan kedua mengingatkan tentang celakanya orang yang
mempunyai ilmu, kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya. Celakanya
orang-orang yang mengamalkan ilmunya, kecuali orang-orang yang mengamalkannya
dengan ikhlas.
Dilanjutkan oleh KH Supono, “Sungguh
surga merindukan empat golongan yang jamin masuk surge; orang-orang yang
membaca al Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang member makan dan orang
yang puasa di bulan Ramadhan.”
Penceramah ketiga walau singkat,
KH AKBP Imam Sutiyono mewakili Kapolres Purbalingga, menyampaikan pentingnya
shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.”Senandung shalawat yang dilantunkan
sungguh mendamaikan hati dan membuat hati menjadi lembut. Apalagi senandung
yang dilantunkan adalah shalawat kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW. Shalawat
sesungguhnya dicontohkan langsung Allah SWT dan termasuk bagian dari dzikir
sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron:191.
Dalam kesempatan terakhir Wakil Bupati
Purbalingga, H. Sukento Ridho M, MM, yang turut menemani jama’ah dari awal
acara sampai akhir acara menyambut dengan rasa kegembiraan atas pengajian budaya
yang digelar.”Ini menunjukan masyarakat Purbalingga berakhlaq mulia. Dengan digelarnya
acara ini semoga masyarakat Purbalingga semakin makmur, jauh dari bencana dan
keluarga menjadi mawadah, warohmah dan sakinah.”
Acara kemudian dipungkasi dengan mahalul Qiyam
dan ditutup dengan doa oleh KH Supono Mustajab tepat pukul 12.00 malam.
Posting Komentar
Berkomentar lah Untuk menjadikan ini lebih baik