Betapa sedihnya Habib
Alwi bin Ali Al-Habsyi. Pemuda berusia 22 tahun itu ditinggal mati ayahnya,
Habib Ali bin Muhammad Al- Habsyi, Sohibul Simtud Duror, pada tahun 13331 H /
1913 M. kota Seiyun, Hadramaut, yaman, itu terasa asing bagi ayah satu anak
ini, Habib Alwi adalah anak bungsu, paling disayang Habib Ali. Begitu juga,
Habib Alwi pun begitu menyayangi ayahnya, sehingga dirinya bagaikan layangan
yang putus benangnya.
Hababah Khodijah, kakak sulungnya, yang terpaut 20 tahun, merasakan kesedihan
adiknya yang telah diasuhnya sejak kecil. Daripada hidup resah dan gelisah,
oleh putrid Habib Ali Al-Habsyi, Habib Alwi disarankan untuk berwisata hati ke
Jawa, menemui kakaknya yang lain, Habib Ahmad bin Ali Al-Habsyi di Betawi.
Habib Alwi pergi ke Jawa ditemani Salmin Douman, antri senior Habib Ali Al-Habsyi, sekaligus sebagai pengawal. Beliau meninggalkan istri yang masih mengandung di Seiyun, yang tak lama kemudian melahirkan, dan anaknya diberi nama Ahmad bin Alwi Al-Habsyi.
Habib Alwi pergi ke Jawa ditemani Salmin Douman, antri senior Habib Ali Al-Habsyi, sekaligus sebagai pengawal. Beliau meninggalkan istri yang masih mengandung di Seiyun, yang tak lama kemudian melahirkan, dan anaknya diberi nama Ahmad bin Alwi Al-Habsyi.
Kabar kedatangan Habib Alwi telah menyebar di Jawa, karena itulah banyak murid
ayahnya ( Habib Ali Al-Habsyi ) di Jawa menyambutnya, dan menanti kedatangannya
di kota
masing-masing.
Pertama kali Habib Alwi tinggal di Betawi beberapa saat. Kemudian beliau ke Garut, Jawa Barat, menikah lagi. Dari wanita ini lahir Habib Anis dan dua adik perempuan. Lalu, beliau pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Disana beliau menikah lagi, dianugerahi banyak anak, dan yang sekarang masih hidup adalah Habib Abdullah dan Fathimah.
Pertama kali Habib Alwi tinggal di Betawi beberapa saat. Kemudian beliau ke Garut, Jawa Barat, menikah lagi. Dari wanita ini lahir Habib Anis dan dua adik perempuan. Lalu, beliau pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Disana beliau menikah lagi, dianugerahi banyak anak, dan yang sekarang masih hidup adalah Habib Abdullah dan Fathimah.
Selanjutnya beliau pindah lagi ke Jatiwangi, Jawa Barat, dan menikah lagi
dengan wanita setempat. Dari perkawinan itu, beliau memilki enam anak, tiga lelaki
dan tiga perempuan. Di antaranya adalah Habib Ali bin Alwi Al-Habsyi serta
Habib Fadhil bin Alwi yang meninggal pada akhir Agustus 2006.
Akhirnya, Habib Alwi pindah ke Solo, Jawa Tengah. Pertama kali, Habib Alwi sekeluarga tinggal di Kampung Gading, di tempat seorang raden dari Kasunan Surakarta. Kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari Habib Muhammad Al-Aydrus ( kakek Habib Musthafa bin Abdullah Al-Aydrus, Pemimpim Majlis Dzikir Ratib Syamsisy Syumus ), seorang juragan tenun dari kota Solo, di Kampung Gurawan.
Akhirnya, Habib Alwi pindah ke Solo, Jawa Tengah. Pertama kali, Habib Alwi sekeluarga tinggal di Kampung Gading, di tempat seorang raden dari Kasunan Surakarta. Kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari Habib Muhammad Al-Aydrus ( kakek Habib Musthafa bin Abdullah Al-Aydrus, Pemimpim Majlis Dzikir Ratib Syamsisy Syumus ), seorang juragan tenun dari kota Solo, di Kampung Gurawan.
Wakaf itu dengan ketentuan : didirikan masjid, rumah, dan halaman di antara
masjid dan rumah. Masjid tersebut didirikan pada tahun 1354 H / 1934 M. Habib
Ja'far Syaikhan Assegaf mencatat tahun selesainya pembangunan Masjid Riyadh itu
dengan sebuah ayat 14 surah Shaf ( 61 ) di dalam al-Qur'an, yang huruf-hurufnya
berjumlah 1354. ayat tyersebut, menurut Habib Ja'far yang meninggal di Pasuruan
1374 H / 1954 M ini, sebagai pertanda bahwa Habib Alwi akan terkenal dan
menjadi khalifah pengganti ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.
Sementara rumah di Gurawan No.6 itu lebih dahulu berdiri dan halaman yang ada
kini disambung dengan masjid dan rumah menjadi ruang Zawiyah ( pesantren ) dan
sering digunakan untuk kegiatan haul, Maulid, dan berbagai kegiatan keagamaan
lainnya. Struktur ruang Zawiyah ini seperti Raudhah, taman surga di dinia,
yaitu ruang antara kamar Nabi saw dan masjid Nabawi. Sekarang bangunan
bertambah dengan bangunan empat lantai yang menghdap ke Jln. Kapten Mulyadi
228, yang oleh sementara kalangan disebut Gedung Al-Habsyi.
Tentang rumah Habib Alwi di Solo, Syekh Umar bin Ahmad Baraja', seorang giru di
Gresik, pernah berujar, rumahnya di Solo seakan Ka'bah, yang dikinjungi banyak
orang dari berbagai daerah. Ucapan ulama ini benar. Sekarang, setiap hari rumah
dan masjidnya dikinjungi para habib dan muhibbin dari berbagai kota untuk tabarukan atau mengaji.
Habib Alwi telah memantapkan kemaqamannya di Solo. Masjid Riyadh dan Zawiyahnya semakin ramai
dikunjungi orang. Beliau tidak saja mengajar dan menyelemggarakan kegiatan
keagamaan sebagaimana dulu ayahnya di Seiyun, Hadramaut. Namun beliau juga
memberikan terapi jiwa kepada orang-orang yang hatinya mendapat penyakit.
Ketika di Surabaya, bertempat di rumah Salim bin Ubaid, diceritakan Habib Alwi
didatangi seseorang dari keluarga Chaneman, yang mengeluhkan keadaan penyakit
ayahnya dan minta doa' dari Habib Alwi. Beliau mendoa'kan dan menganjurkannya
untuk memakai cincin yang terbuat dari tanduk kanan kerbau yang berkulit merah.
"Insya Allah. Penyakitmu akan sembuh." Katanya waktu itu.
Tahun 1952, Habib Alwi melawat ke kota-kota di Jawa Timur. Kunjungannya
disertai Sayyid Muhammad bin Abdullah Al-Aydrus, Habib Abdul Qadir bin Umar
Mulchela ( ayah Habib Husein Mulachela ), Syekh Hadi bin Muhammad Makarim,
Ahmad bin Abdul Deqil dan Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf ( ayah Habib
tayfiq Assegaf, Pasuruan ), yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yang
diterjemahkan Habib Novel bin Muhammad Al-Aydrus berjudul Menjemput Amanah.
Perjalanan rombongan Habib Alwi ke Jawa Timur itu berangkat tahun 1952. tujuan
utama perjalanan tersebut adalah mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf ( 1285-1376 H / 1865-1956 M ) di Gresik. Namun beliau juga bertemu
Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad ( 1303-1376 H / 1883-1956 M ) di Jombang,
Habib Ja'far bin Syeikhan ( 1289-1374 H / 1878-1954 M ) di Pasuruan dan ulama
lainnya.
Setahun setelah kepergiannya ke Jawa Timur, pada tahun 1953 Habib Alwi pergi ke
kota Palembang
untuk menghadiri pernikahan kerabatnya. Namun, di kota itu, beliau menderita sakit beberapa
saat. Seperti tahu bahwa saat kematiannya semakin dekat, beliau memanggil Habib
Anis, anak lelaki tertua yang berada di Solo. Dalam pertemuan itu beliau
menyerahkan jubahnya dan berwasiat untuk meneruskan kepemimpinannya di Masjid
dan Zawiyah Riyadh di Solo. Habib Anis, yang kala itu berusia 23 tahun, dan
baru berputra satu orang, yaitu Habib Husein, harus mengikuti amanah ayahnya.
"Sebetulnya waktu itu Habib Anis belum siap untuk menggantikan peran ayahnya. Tetapi karena menjunjung amanah, wasiat itu diterimanya. Jadi dia adalah anak muda yang berpakaian tua." Tutur Habib Ali Al-Habsyi, adik Habib Anis dari lain ibu.
Akhirnya Habib Alwi meninggal pada bulan Rabi'ul awal 1373 H / 27 November 1953. pihak keluarga membuka tas-tas yang dibawa oleh Habib Alwi ketika berangkat ke Palembang. Ternyata satu koper ketika dibuka berisi peralatan merawat mayat, seperti kain mori, wangi-wangian, abun dan lainnya. Agaknya Habib Alwi telah diberi tanda oleh Allah swt bahwa akhir hidupnya sudah semakin dekat.
"Sebetulnya waktu itu Habib Anis belum siap untuk menggantikan peran ayahnya. Tetapi karena menjunjung amanah, wasiat itu diterimanya. Jadi dia adalah anak muda yang berpakaian tua." Tutur Habib Ali Al-Habsyi, adik Habib Anis dari lain ibu.
Akhirnya Habib Alwi meninggal pada bulan Rabi'ul awal 1373 H / 27 November 1953. pihak keluarga membuka tas-tas yang dibawa oleh Habib Alwi ketika berangkat ke Palembang. Ternyata satu koper ketika dibuka berisi peralatan merawat mayat, seperti kain mori, wangi-wangian, abun dan lainnya. Agaknya Habib Alwi telah diberi tanda oleh Allah swt bahwa akhir hidupnya sudah semakin dekat.
Namun ada masalah dengan soal pemakaman, Habib Alwi berwasiat supaya dimakamkan
di sebelah selatan Masjid Riyadh Solo.sedang waktu itu tidak ada penerbangan
komersil dari Palembang
ke Solo. Karena itulah, pihak keluarga menghubungi AURI untuk memberikan
fasilitas penerbangan pesawat buat membawa jenazah Habib Alwi ke Solo. Ternyata
banyak murid Habib Alwi yang bertugas di Angkatan Udara, sehingga beliau
mendapatkan fasilitas angkutan udara. Karena itu jenazah disholatkan di tiga
tempat : Palembang, Jakarta dan Solo.
Ada peristiwa unik yang mungkin baru pertama
kali di Indonesia,
bahkan di Dunia. Para kerabat dan Kru pesawat
terbang AURI membacakan Tahlil di udara.
Masalah lain timbul lagi. Pada tahun itu, sulit mendapatkan izin memakamkan seseorang di lahan pribadi, seperti halaman Masjid Riyadh. Namun berkat kegigihan Yuslam Badres, yang kala itu menjadi anggota DPRD kota Solo, izin pun bisa didapat, khusus dari gubernur Jawa tengah, sehingga jenazah Habib Alwi dikubur di selatan Masjid Riyadh.
Makmnya sekarang banyak di ziarahi para Habib dan Mihibbin yang datang dari berbagai kota. Beliau dikenang serbagai ulama yang penuh teladan, tangannya tidak lepas dari tasbih, juga dikenal sangat menghormati tamu yang datang kepadanya. Habib Alwi pin tidak pernah disusahkan oleh harta benda. Meski tidak kaya, ketika mengadakan acara haul atau Maulidan, ada saja uang yang didapatnya. Allah swt telah mencukupi rezekinya dari tempat yang tidak terduga.
+ komentar + 1 komentar
Izin save untuk di cetak fotonya 🙏
Posting Komentar
Berkomentar lah Untuk menjadikan ini lebih baik